"Bicara sudah nggak didengerin, menulis di koran juga sama. Sentilan di televisi, seperti Butet atau acara Democrazy itu, cuma jadi entertain (hiburan, Red). Makanya, saya demo saja, supaya suara saya didengarkan," kata Pong Harjatmo kepada wartawan di Gedung DPR, kemarin.
Aktor yang ikut berperan di film Kerikil-Kerikil Tajam (1984) dan Orang-Orang di Atas Angin (1984) itu mengaku kesal dengan wakil rakyat. Menurut dia, setiap kali ada kasus, DPR selalu membuat keputusan yang mengambang. Pong mencontohkan kasus Bank Century sampai maraknya ledakan tabung gas tiga kilogram. "Kalau tiap hari gas meledak kasihan rakyat. Makanya, di atas saya menulis jujur, adil, tegas," kata pria kelahiran Solo, Jawa Tengah, 13 September, 68 tahun lalu itu. Dia semakin kecewa ketika belakangan ini mengetahui banyak anggota dewan yang kerap membolos dari sidang paripurna.
Pong membantah bila aksinya dianggap hanya mencari popularitas. "Saya ini sudah capek dengan popularitas. Saya bukan menganggur. Ada proyek layar lebar dan FTV yang tengah saya kerjakan," katanya. Dia menegaskan aksinya itu merupakan bentuk peringatan dari rakyat terhadap para wakilnya di Senayan. Sama sekali tidak ada niat untuk melakukan perusakan.
"Saya bisa melakukan kapan saja, karena penjagaannya lemah. Jadi, kalau niatnya mau merusak, tinggal bawa bensin dua botol, terus saya siram ke karpet dan plafon, nggak ada yang jaga. Buktinya saya bisa naik ke atas," ujarnya. Pong mengaku sudah siap menerima apapun risiko dari perbuatannya. "Jangankan risiko penjara, jadi tumbal bagi Indonesia saya siap kok," tegas Pong.
Aksi Pong itu mengundang reaksi beragam di Senayan. Ketua DPR Marzuki Alie termasuk yang memberi penilaian negatif. "Sampai ada yang mencoret gedung begitu, pamdal yang salah. Pengamanannya bagaimana," ujarnya, usai menunaikan salat Jumat di Masjid DPR. Marzuki juga tidak terlalu tertarik dengan "pesan" yang ingin disampaikan Pong. "Pesan begitu sudah banyak di media," katanya. Dia menyebut berbagai permasalahan bangsa sudah direspons DPR. "Soal tabung gas kita sudah bentuk panja pengawasan. Terkait Century juga sudah ada tim pengawas. Jadi, semua kita respons," ujar Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan sikap yang dilakukan Pong sebaiknya tidak ditiru oleh siapapun. Dia beralasan Gedung Nusantara DPR adalah salah satu simbol negara. "Istilahnya itu hanya caper (cari perhatian, Red). Dimaafkan saja, yang penting tidak diulang," ujar Ketua DPP Partai Golkar itu.
Dia menyesalkan aksi yang dilakukan aktor kawakan itu. Menurut dia, aspirasi saat ini bebas untuk dilakukan. Namun sebaiknya tidak dilakukan seenaknya dengan mencorat-coret gedung DPR. "Kalau perlu, yang bersangkutan tadi bisa langsung diterima oleh pimpinan dewan," kata Priyo.
Priyo juga menilai ada kelalaian yang dilakukan pamdal DPR dalam menjaga ketertiban lingkungan. Dia meminta agar selanjutnya pamdal lebih berhati-hati dalam menjaga keamanan. "Ini kok lalai dengan hal-hal seperti itu," tandasnya.
Meskipun tidak sampai diproses secara hukum, Pong tetap mendapat "sanksi’’. Dia diminta pihak keamanan DPR membuat surat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya dan mengganti rugi. Wakil Ketua DPR dari FPDIP Pramono Anung menyesalkan sanksi tersebut. Dia menganggapnya berlebihan.
Menurut Pram, panggilan akrab Pramono Anung, aksi Pong merupakan bentuk kritik dan koreksi dari rakyat terhadap wakilnya. "Sebaiknya aksi Mas Pong itu jangan disikapi berlebihan. Anggap saja itu otokritik bagi anggota dewan," katanya.
Direktur Reform Institute Yudi Latief mengatakan protes Pong terhadap parlemen seharusnya diapresiasi. Apalagi, Pong selama ini tidak pernah aktif dalam gerakan demonstrasi kekuatan sipil. "Saya menangkap adanya spontanitas dan kejujuran dari aksi Pong. Sebuah kontrol politik yang bisa dianggap tulus dan tidak ditumpangi kepentingan apapun," kata Yudi.
Dia mengatakan ekspresi seperti itu justru ingin memulihkan simbol negara. Sehingga, tidak perlu sampai menimbulkan reaksi berlebihan dari DPR.
Source : lombokpost.co.id